Media Kapas Iqra

2 Mei Sebagai Hari Pendidikan Nasional, Apa yang Perlu Berubah?

Redaksi: kapasiqra.com | May 2, 2024

Penulis: M. Rusdi, M.Pd. (Dosen Sosiologi Univ. Iqra Buru)

OPINI– Adanya HARDIKNAS (Hari Pendidikan Nasional) adalah sebagai bentuk apresiasi untuk pahlawan pendidikan Indonesia yakni Ki Hadjar Dewantara, ia dinobatkan menjadi Bapak Pendidikan Nasional Indonesia bukan tanpa sebab. Dedikasi dan perjuangannya dalam rangka merintis pendidikan di Indonesia untuk rakyat pribumi sangatlah berat dan penuh cerita pahit di setiap perjuangannya.

Ki Hajar Dewantara memiliki harapan, agar generasi mudah Indonesia bisa memperoleh pendidikan yang layak. Dan diharapkan generasi – generasi muda dapat memiliki pengetahuan, ilmu dan bekal yang cukup untuk bertahan dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Mengharumkan nama bangsa, menjadikan bangsa ini bangsa yang maju adalah cita-citanya.

Namun, di era modern saat ini apakah arti pendidikan sesungguhnya? Apakah hanya sebatas pengetahuan atau hanya sekedar hafalan saja? Apa hanya nilai dari guru atau dosen yang menjadi indikator pendidikan di negeri ini? Sungguh miris jika ukurannya hanya sebatas angka-angka, huruf-huruf dan IPK saja, karena ukuran kualitas generasi kita tidak bisa diukur lewat angka-angka dan huruf-huruf, tidak ada masalah jika memperoleh nilai yang baik, namun apakah nilai yang diperoleh atau lembaran-lembaran ijazah bisa dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan dihadapan Tuhan??

Menurut Bapak Pendidikan Nasional Indonesia pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.Tidak dapat dipungkiri Bapak Ki Hajar Dewantara berjuang agar rakyat pribumi di Indonesia dapat memperoleh pendidikan dan ilmu yang layak, setara seperti keturunan-keturunan Belanda di kala itu.

Mengikuti perkembangan keilmuan sesuai perkembangan zaman sangatlah penting, tapi jangan lupa dengan pendidikan moral dan karakter generasi kita karena hal tersebut jauh lebih penting daripada hafalan-hafalan.

Dengan adanya kemudahan dalam menempuh jenjang pendidikan keilmuan saat ini, apakah pendidikan moral bangsa kita ini juga masih menjadi prioritas utama?

Mayoritas orang tua di negara kita, gengsi ketika nilai anak mereka jelek atau kalah dari teman-temannya. Namun mereka tidak pernah tahu, bagaimana proses atau tahapan dalam mendapatkan nilai tersebut. Yang terpenting bagi orang tua adalah nilai yang tertera pada rapor anak-anaknya.

Proses pendidikan di sekolah masih banyak yang mementingkan aspek kognitif ketimbang psikomotoriknya, masih banyak guru-guru di setiap sekolah yang hanya asal mengajar dan sekedar mengugurkan kewajiban, tanpa mengajarkan bagaimana etika-etika yang baik yang harus dilakukan.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula derajat di mata orang lain. Namun, moral generasi-generasi muda Indonesia saat ini sangat minim. Dengan banyaknya video-video yang viral yang berisi merendahkan gurunya, mempermainkan gurunya, memenjarakan gurunya dan sebagainya.

Salah satu artikel pernah penulis baca terkait pendidikan di negara Australia. Para pengajar di negara tersebut tidak pernah menyalahkan muridnya karena mendapat nilai jelek atau tidak belajar. Bagi mereka, mereka lebih takut murid tidak bisa mengantri daripada muridnya tidak bisa belajar matematika. Karena menurut mereka hanya butuh waktu 6 bulan untuk merubah murid menjadi pandai matematika, sedangkan terkait tentang mengantri butuh waktu 5 tahun untuk mengajari agar murid bisa tertib dalam mengantri.

Di negera-negara maju sudah banyak yang menyeimbangkan antara pendidkan keilmuan dan pendidikan karakter dan moral bagi generasinya. Indonesia pun seharusnya seperti itu pula, mari kita merubah pola pikir masyarakat kita, merubah pola pikir para orang tua murid bahwa harga diri dari anaknya bukanlah hanya sekedar nilai yang tertera tapi proses bagaimana ia mendapatkan dan bagaimana etika dan moral anaknya.

“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu, sedangkan adab tanpa ilmu seperti ruh tanpa jasad”. Seharusnya ilmu dan adab selalu berbarengan, karena ia adalah suatu rangkaian yang tidak bisa dilepaskan. Namun, sebaiknya yang didahulukan adalah mempelajari adab yang baik, membangun moral dan karakter yang terpuji.

Generasi muda Indonesia adalah generasi yang terlahir pandai, memiliki otak yang cerdas, dan kritis dalam segala hal. Mereka dengan mudah mengikuti perkembangan zaman dengan segala kemudahan yang ada. Dimana-mana sekarang bisa menjadi tempat belajar, hanya membutuhkan handphone dan dunia sudah ada di genggaman, tinggal kemauan untuk menelusuri dan mencari tahu terkait suatu bidang ilmu yang perlu dimiliki.

Generasi muda saat ini adalah investasi negara untuk masa depan, jika moralnya jelek, maka mereka akan menjadi apa nantinya? Dan pastinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme akan semakin meningkat jika pendidikan moralnya buruk.

Indonesia akan hancur bukan karena bom nuklir atau kalah bersaing teknologi dengan negara lain. Indonesia akan hancur karena generasi mudanya memiliki moral yang buruk. Tidak bisa memimpin negara, tidak bisa memajukan negara malah akan selalu merugikan negara jika moral dan etikanya masih seperti orang tidak berpendidikan.

Jika hal ini terjadi, maka mereka akan berlomba-lomba memperkaya diri, jiwa individualnya akan jauh lebih mendominasi dan menguasai daripada jiwa sosialnya.(*)

Berita Terbaru

Video Terbaru

Banner tidak ditemukan.

Berita Lainnya

BEM FKIP Universitas Iqra Buru, Gelar Musyawarah Besar ke-XIII

BEM FKIP Universitas Iqra Buru, Gelar Musyawarah Besar ke-XIII

BURU- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Iqra Buru Kabupaten Buru menggelar kegiatan Musyawarah Besar

Dilaporkan Dosen Unhas Lecehkan 4 Mahasiswi

Dilaporkan Dosen Unhas Lecehkan 4 Mahasiswi

MAKASSAR- Empat mahasiswi semester akhir di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, mengaku menjadi korban pelecehan seksual di dalam kampus. Ia melaporkan

SKK Uniqbu Siap Gelar “Nuansa Seni”

SKK Uniqbu Siap Gelar “Nuansa Seni”

Penulis: Abd. Rasyid Rumata, S. Sos.I., M.Sos.I. (Dosen Prodi KPI, Univ. Iqra Buru) OPINI- Perguruan tinggi apapun dan dimanapun, tentu tidak

La Husni Buton Sebagai Akademisi, Optimis Maju Calon Wakil Bupati Buru, Ini Penyebabnya !!

La Husni Buton Sebagai Akademisi, Optimis Maju Calon Wakil Bupati Buru, Ini Penyebabnya !!

PILKADA BURU- Sebagai Akademis (Dosen FAI Univ. Iqra Buru), yang juga sekarang menjabat sebagai Sekretaris Partai PDI Perjuangan di tingkat

‘Kesejahteraan Guru’ hanya Sebatas Jargon Kampanye?

‘Kesejahteraan Guru’ hanya Sebatas Jargon Kampanye?

Penulis: Ahmad Jais (Guru SMA Negeri 1 Modayag) OPINI- Setiap kali pemilihan umum (Pemilu) mendekat, baik itu pemilihan eksekutif ataupun legislatif

Festival Permainan Tradisional Sebagai Wadah Pelestarian Budaya Buru

Festival Permainan Tradisional Sebagai Wadah Pelestarian Budaya Buru

BURU- Pulau Buru, sebuah permata tersembunyi di tengah-tengah Laut Banda, menyimpan kekayaan budaya yang belum sepenuhnya dijelajahi. Di balik hamparan

Kuliah di Uniqbu, Program Studi KPI Pilihan Yang Tepat

Kuliah di Uniqbu, Program Studi KPI Pilihan Yang Tepat

Penulis: Abd. Rasyid Rumata, S.Sos.I., M.Sos.I. (Dosen Prodi KPI, Univ. Iqra Buru) OPINI- Satu-satunya program studi yang multidisiplin ilmu, unik,

Meningkatkan Kualitas Pengajaran, Prodi PAI Uniqbu Gelar Praktik Micro Teaching

Meningkatkan Kualitas Pengajaran, Prodi PAI Uniqbu Gelar Praktik Micro Teaching

PENDIDIKAN- Mahasiswa Fakultas Pendidikan Agama Islam di Universitas Iqra Buru, hari ini menyelenggarakan praktik micro teaching sebagai bagian dari persiapan

Budaya Bangsa Dalam Kemerdekaan

Budaya Bangsa Dalam Kemerdekaan

Penulis: Abd. Rasyid Rumata, S.Sos I., M.Sos.I. (Dosen Prodi KPI, Univ. Iqra Buru) OPINI- Usia Indonesia sebagai sebuah bangsa telah mencapai

Menggugat Tuhan di Ruang Eskatologis

Menggugat Tuhan di Ruang Eskatologis

Penulis: Muhammad Mukaddar, S.Ag., MA.Pd. (Dosen FAI, Univ. Iqra Buru) OPINI- Diskursus terkait dengan kata “menggugat”, sudah menjadi satu istilah