Media Kapas Iqra

Keterlibatan Generasi Z Dalam Pemilu 2024

Redaksi: kapasiqra.com | February 10, 2024

Oleh: M. Rusdi, S.Pd.,M.Pd. (Dosen Pendidikan Sosiologi, Universitas Iqra Buru)

OPINI- Tinggal beberapa hari lagi kita akan menyaksikan proses pesta demokrasi 2024, yang semakin hari semakin dekat. Apalagi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, hal ini menjadi sesuatu yang sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pesta demokrasi yang akan berlangsun pada tanggal 14 februari 2024 menjadi sesuatu yang unik dan menarik karena bertambahnya jumlah peserta pemilu yang berasal dari kalangan kelompok usia pemilih muda, yang biasa diistilahkan generasi Z.

Generasi Z, sering disingkat menjadi Gen Z dan dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai zoomer, adalah kelompok demografis yang menggantikan generasi milenial dan sebelum generasi alfa. Generasi Z dan milenial dikenal sebagai kaum muda yang tumbuh dan berkembangnya bersama teknologi.

Dalam pemilu 2024 menjadi suatu panggung penunjukkan peran diantara mereka yang semakin berpengaruh, menggugah antusiasme, dan menyuarakan isu-isu politik melalui media sosial facebook, istagram, telegram dan media sosial lainya. Partisipasi generasi Z dapat memengaruhi arah kebijakan dan isu-isu yang diangkat dalam masyarakat. Hal ini tentunya sangat memberikan pengaruh yang cukup urgen dan signifikan pada hasil akhir dari pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada 14 februari mendatang. Dan inilah yang membuat menarik pada pemilu kali ini, karena digadang-gadang suara generasi Z menjadi penentu kemenangan kandidat.

Dikutip dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Penetapan DPT dilakukan melalui Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional Pemilu Tahun 2024, di Gedung KPU, (Minggu (2/7/2023). Dan pemilih muda yang akan menentukan  nasibnya pada pemilu 2024 mendatang. Sekitar 56,45 %, pemilih dikuasai oleh kaum muda yang dijuluki sebagai Gen Z, sehingga bukan sesuatu yang aneh jika suara anak muda menjadi sasaran utama di tambah skill teknologi yang mereka miliki.

Setelah kita melihat jumlah persenan (%), maka wajar jika para calon harus memutar otak untuk mencari ide dalam menyusun dan merancang berbagai janji politik untuk dijadikan program agar bisa menjadi magnet politik untuk suara anak muda. Namun, tetap harus disadari bahwa menarik suara pemuda tidak semuda membalikan telapak tangan. Karena mereka tumbuh dan berkembang dengan teknologi, dan nilai kualitas politik dari data kuantitatif yang mereka peroleh membuat kepercayaan mereka mulai terkikis. Sehingga anggapan mereka terhadap politik itu kotor, oligarki, korupsi, dan penuh dengan pencitraan dan kepura-puraan. Inilah yang kemudian menjadi persoalan dan tantangan yang harus dihadapi oleh para relawan atau tim sukses, untuk memperbaharui dan mengatur strategi tersendiri untuk menarik suara dan mengubah citra potitik dimata mereka.

Dengan munculnya berbagai tren dari para calon yang kemudian diviralkan yang digemari oleh Gen Z menjadi peluang tersendiri bagi para calon untuk meraih suara. Namun, sangat disesalkan jika para pemuda apatis dengan politik. Padahal politiklah yang banyak mengatur kehidupan mereka. Pemuda terlalu banyak yang cuek, karena sudah terlalu asyik dan santai dengan apa yang mereka miliki, “aksiden lebih mereka kedepankan daripada substansi”. Mereka lebih menikmati ehm… yang hanya bersifat jangka pendek, sehingga mereka terlena dan lupa tujuan jangka panjang dimasa yang akan datang. Pemuda yang demikian, mudah diberikan janji dan dicuci otaknya, namun setelah pemilu berakhir biasanya mereka teralienasi, merasa ditinggalkan, merasa dikecewakan. Padahal ini hanyalah strategi politik, agar mereka tercengang dan kagum, tapi nyatanya mereka minim dilibatkan dalam suatu program dan hanya dijadikan sebagai motor politik semata.

Kaum muda sebagai pemegang kunci penentu demokrasi, seharusnya memikirkan nasib bangsa Indonesia kedepannya, dengan cara memilih calon dengan melihat rekam jejak, tingkat emosional, visi misi, latar belakang dan yang paling terpenting adalah keintelektualannya. Karena keintelektualan yang diatas rata-rata, juga pastinya akan melahirkan gagasan yang juga diatas rata-rata (ide cemerlan).

Pemuda seharusnya memperjuangkan kebutuhan anak muda, yaitu jaminan pendidikan dan ketersediaan jumlah kuota beasiswa yang tinggi sampai ke tingkat Perguruan Tinggi (S1, S2 & S3), ketersediaan wadah untuk berkarya dan lapangan pekerjaan secara merata. Bukan lagi saatnya anak muda mengikuti arus golongan tua, sudah saatnya anak muda harus mengambil peran, sehingga perlu selektif dalam memilih pemimpin. Seleksilah pemimpin yang paham dengan kondisi dan keresahan yang dialami oleh pemuda, karena tantangan Indonesia ke depan akan lebih sulit, sehingga aset dalam bentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat dibutuhkan “anak muda memang minin pengalaman oleh karenanya ia tidak menawarkan masa lalu, akan tetapi ia menawarkan masa depan”.(*)

Oleh: M. Rusdi, S.Pd.,M.Pd.

Dosen Pendidikan Sosiologi

Universitas Iqra Buru

 

Berita Terbaru