Oleh: M. Rusdi, S.Pd.,M.Pd. (Dosen Ilmu Pendidikan Sosiologi, Univ. Iqra Buru)
OPINI– Bapak prokramator, Ir. Soekarno pernah berkata; “jangan pernah melupakan sejarah” yang dikenal dengan istilah Jasmerah. Apa yang dikatakan Bung Karno adalah sesuatu yang benar, namun manusia jika terlalu lama berputar pada sejarah juga merupakan sesuatu yang keliru, sebab kita punya zaman tersendiri untuk kita rintis dan lalui. Terlepas dari hal itu, masa lalu merupakan suatu kenangan yang terkadang dirindukan untuk diulangi kembali. Dan sebaliknya kenangan buruk membuat kita untuk selalu berusaha melupakannya.
Hidup bukan untuk menghabiskan waktu fokus menatap masa lalu, “fokus pada kaca spion tanpa memperdulikan jalan yang ada di depan” akibatnya kegagalan dalam menjalani kehidupan semakin sulit terhidarkan. Moment pergantian tahun baru dapat dijadikan sebagai bahan renungan atau intropeksi diri, bukan untuk meratapi atau terlena dengan prestasi yang telah kita peroleh dimasa lalu.
Keterpurukan dimasa lalu membuat seseorang takut dalam mengambil keputusan, dampak dari keterpurukan akan menghantui dan menghambat pencapaian dimasa yang akan datang. Seperti yang dikatakan oleh Sigmun Freud; bahwa manusia tidak akan terlepas dari masa lalunya, kejadian masa lalu akan terus membekas dalam pikiran manusia yang mempengaruhi prilaku, emosi dan sikapnya selama bertahun-tahun. Sehingga, Wajar jika pengalaman baik atau buruk di masa lalu akan menentukan cara pandang manusia dimasa yang akan datang.
Dengan demikian, manusia seharusnya mengubah persepsi dan berpikir positif. Dengan berpikir positif, peristiwa buruk yang tidak menyenangkan di masa lalu akan menjadi kenangan dan catatan tersendiri untuk lebih berhati-hati dalam melangkah di masa yang akan datang.
Manusia & Tujuan Hidup
Apa jadinya bila manusia berkeliaran dimuka bumi menjalani hidup tanpa tujuan yang ingin dicapai. Kehidupannya mungkin akan terasa hampa dan berlalu begitu saja seiring berputarnya waktu. Memiliki tujuan ataupun impian berarti merancang masa depan untuk bekerja sesuai dengan keinginan. Dengan adanya tujuan hidup manusia akan semangat dalam melakukan aktivitas, sehingga mampu terdorong untuk melakukan hal-hal yang terbaik di setiap perjalanan hidup yang ia tempuh. Pentingnya membuat tujuan atau impian akan mengantarkan manusia untuk berpikir positif dalam memperoleh kehidupan lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.
Pergantian tahun menjadi moment yang tepat untuk melakukan planning, impian yang ingin dicapai di masa depan. Manusia memiliki kemerdekaan dalam berpikir, hasil dari buah pikiran melahirkan mimpi atau tujuan hidup. Sehingga manusia hanya bisa berpikir, berikhtiar dan berdoa untuk proses selanjutnya biarkan Tuhan yang memutuskan karena ada kekuasaan diluar kuasa manusia, ada aturan diluar aturan manusia, meskipun manusia sebagai khalifa di muka bumi (QS. Al-Baqarah;30).
Ketika mengacu pada ukuran umur, proses pergantian tahun baru bertanda bahwa sisa umur manusia semakin berkurang. Karena umur semakin berkurang dan hidup cuma sekali saja, maka kehidupan dunia perlu dinikmati dengan pesta miras, berfoya-foya, menghamburkan harta di tempat-tempat hiburan malam, atau menghabiskan malam tahun baru dengan pacar di tempat-tempat sunyi. Karena kapan lagi kita punya kesempatan kalau bukan dari sekarang “mumpung moment tahun baru”.
Tentunya tidak ada yang sepakat dengan apa yang saya katakan diatas. Karena hal tersebut selain daripada bertentangan dengan ajaran agama, ini juga bertentangan dengan nilai dan norma yang ada pada masyarakat kita. Kebiasaan-kebiasaan tidak baik inilah yang akan menjadi virus baru mengikis moral, yang berakhir pada krisis identitas dan mengubah tatanan nilai pada generasi kita. Sisa umur harus dihabiskan dengan hal-hal positif, yang berguna dan bermanfaat. Hidup harus diukir dan diwarnai melalui prestasi dan karya nyata yang bisa menjadi amal jariah. Jangan biarkan tahun baru berlalu begitu saja, tanpa ada perubahan diri kearah yang lebih baik. Karena setiap perilaku manusia dimasa hidupnya akan diminta pertanggung jawaban di akhirat (QS. Al-Isra; 36). (*)
Oleh: M. Rusdi, S.Pd., M.Pd.
Dosen Ilmu Pendidikan Sosiologi
Universitas Iqra Buru