Penulis: M. Rusdi (Dosen Sosiologi, Prodi KPI, Univ. Iqra Buru)
OPINI- Maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu perayaan penting dalam kalender Islam yang telah diwariskan turun-temurun oleh banyak komunitas Muslim di berbagai belahan dunia. Peringatan ini dilakukan untuk menghormati dan mengenang kelahiran Nabi Muhammad SAW, sosok yang membawa pesan Ilahi untuk membawa manusia menuju pencerahan spiritual, moral, dan sosial.
Namun, di balik berbagai bentuk perayaan yang terlihat seremonial, Maulid Nabi menyimpan makna mendalam tentang kecintaan umat kepada Nabi, sejarah panjang peradaban Islam, serta refleksi spiritual untuk umat Muslim di zaman modern.
Sejarah perayaan Maulid Nabi dimulai beberapa abad setelah wafatnya Rasulullah. Meskipun Nabi sendiri maupun para sahabat tidak merayakannya, Maulid berkembang sebagai salah satu tradisi keagamaan yang diadopsi oleh sejumlah dinasti dan kerajaan Islam, termasuk dinasti Fatimiyah di Mesir.
Dalam perkembangan selanjutnya, perayaan Maulid menjadi momen di mana umat Muslim di seluruh dunia mengingat kisah kehidupan Nabi, membaca shalawat, serta melakukan berbagai kegiatan keagamaan yang bertujuan untuk menumbuhkan cinta kepada Rasulullah.
Dalam tradisi Nusantara, peringatan Maulid telah menjadi bagian dari budaya lokal yang kaya. Di berbagai daerah di Indonesia, Maulid diperingati dengan tradisi yang beragam, mulai dari pengajian, shalawat bersama, hingga pesta rakyat yang diisi dengan makanan khas daerah.
Tradisi ini menggambarkan betapa dalamnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap Nabi Muhammad dan betapa kuatnya pengaruh ajaran Islam dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat.
Namun, di balik semangat perayaan ini, terdapat perdebatan yang cukup tajam di kalangan umat Islam. Sebagian kelompok mengkritik perayaan Maulid sebagai amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat, sehingga dianggap bid’ah (inovasi dalam agama). Mereka berpandangan bahwa sebaik-baiknya bentuk cinta kepada Nabi adalah dengan mengikuti ajaran dan sunnahnya tanpa menambah atau mengurangi.
Di sisi lain, ada pandangan yang lebih moderat dan mendukung peringatan Maulid sebagai ekspresi cinta dan penghormatan kepada Nabi. Bagi kelompok ini, selama perayaan Maulid dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti memperbanyak shalawat, mengingat kisah-kisah Nabi, dan memperdalam pemahaman terhadap Islam, maka perayaan ini bukanlah bid’ah yang sesat. Bahkan, sejumlah ulama besar sepanjang sejarah, termasuk Imam Jalaluddin al-Suyuthi, telah memberikan dukungan terhadap perayaan ini dengan menekankan manfaat spiritualnya.
Dari sisi ini, Maulid dapat dilihat sebagai momen refleksi bagi umat Islam. Ketika kita merayakan kelahiran Nabi, kita bukan hanya sekadar merayakan momen historis, tetapi juga diajak untuk merenungi kembali ajaran dan nilai-nilai yang dibawa oleh Rasulullah. Nabi Muhammad bukan hanya sosok religius, tetapi juga pemimpin, pendidik, ayah, suami, dan sahabat yang mulia. Kehidupan dan teladan beliau menjadi contoh sempurna bagi setiap Muslim dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Sebagai umat Nabi Muhammad, kita perlu bertanya kepada diri sendiri: Sejauh mana kita telah berusaha meneladani akhlak mulia Nabi dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kita telah mengamalkan sifat-sifat Nabi, seperti kejujuran, kesabaran, kerendahan hati, dan kasih sayang terhadap sesama?
Maulid Nabi dapat menjadi momen yang tepat untuk mengevaluasi diri, memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan, dan memperkuat komitmen kita dalam meneladani sifat-sifat mulia Rasulullah.
Dalam konteks modern, Maulid Nabi juga dapat menjadi momen penting untuk menyatukan umat Islam yang kadang-kadang terpecah belah oleh perbedaan pandangan dan praktik keagamaan. Alih-alih memperuncing perbedaan, Maulid dapat dijadikan sarana untuk menegaskan persatuan, dengan menjadikan cinta kepada Rasulullah sebagai titik temu di tengah perbedaan. Seperti yang diajarkan Nabi, perbedaan pendapat di kalangan umat seharusnya tidak memecah belah, melainkan menjadi kekayaan intelektual yang harus dijaga dengan sikap saling menghormati.
Maulid Nabi juga relevan dalam konteks global saat ini, di mana dunia sedang menghadapi berbagai tantangan sosial, politik, dan kemanusiaan. Dengan meneladani ajaran Nabi yang mengutamakan perdamaian, keadilan, dan kasih sayang, umat Islam dapat berperan aktif dalam menghadirkan solusi bagi permasalahan dunia. Nabi Muhammad adalah sosok yang selalu memperjuangkan hak-hak orang yang tertindas, memperkuat solidaritas di antara manusia, dan menjunjung tinggi prinsip keadilan. Nilai-nilai inilah yang seharusnya terus kita hidupkan dalam kehidupan modern yang kerap kali diselimuti oleh krisis moral dan kemanusiaan.
Pada akhirnya, Maulid Nabi adalah perayaan yang mengingatkan kita tentang esensi Islam yang sesungguhnya: sebuah agama yang mengajarkan cinta, perdamaian, dan kemanusiaan. Dengan menjadikan peringatan Maulid sebagai momentum untuk memperdalam cinta kepada Nabi, memperkuat ukhuwah, dan meneladani akhlak mulia beliau, kita dapat merasakan manfaat spiritual yang mendalam dari perayaan ini, sekaligus menghadirkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, yang membawa rahmat bagi seluruh alam.(*)